Kita berhenti. Hura-hura yang bimbang.
Kau lawan semua. Letih udara melangkah lara.
Interior asing, kulihat tak peduli.
Ada yang akan berhenti, tapi bukan langkah lagi.
Kau lawan semua. Letih udara melangkah lara.
Interior asing, kulihat tak peduli.
Ada yang akan berhenti, tapi bukan langkah lagi.
Banyak yang lenyap. Murung hatinya.
Puisi ini, tanda mata, dari si dia yang tak punya daya.
Perempuan kecil tertawa, wanita tua meringis, sendu.
Sebuah tiang mulai rapuh, tertanda menyerah di sudutnya.
Puisi ini, tanda mata, dari si dia yang tak punya daya.
Perempuan kecil tertawa, wanita tua meringis, sendu.
Sebuah tiang mulai rapuh, tertanda menyerah di sudutnya.
Dirumah sakit ini. Bocah biadap menghadap ubin.
Waktu yang salah, dia akan mengecap kepergian.
Kursi jenguk yang merah, dia tahu dia tak bisa.
Tatap saja kelopak mata yang pasrah.
Layaknya tak ingin sembuh, ia menunggu seorang tamu.
Begitu pula orang terdekat, banyak yang munafik.Waktu yang salah, dia akan mengecap kepergian.
Kursi jenguk yang merah, dia tahu dia tak bisa.
Tatap saja kelopak mata yang pasrah.
Layaknya tak ingin sembuh, ia menunggu seorang tamu.
Kaki kanan dan kiri tak bisa hadir.
Hidup dibumi adalah hal sulit untuk memanipulasi waktu.