Saturday, December 26, 2015

Rumah Sakit 1938

Kita berhenti. Hura-hura yang bimbang.
Kau lawan semua. Letih udara melangkah lara.
Interior asing, kulihat tak peduli.
Ada yang akan berhenti, tapi bukan langkah lagi.

Banyak yang lenyap. Murung hatinya.
Puisi ini, tanda mata, dari si dia yang tak punya daya.
Perempuan kecil tertawa, wanita tua meringis, sendu.
Sebuah tiang mulai rapuh, tertanda menyerah di sudutnya.

Dirumah sakit ini. Bocah biadap menghadap ubin.
Waktu yang salah, dia akan mengecap kepergian.
Kursi jenguk yang merah, dia tahu dia tak bisa.
Tatap saja kelopak mata yang pasrah.

Layaknya tak ingin sembuh, ia menunggu seorang tamu.
Begitu pula orang terdekat, banyak yang munafik.
Kaki kanan dan kiri tak bisa hadir.
Hidup dibumi adalah hal sulit untuk memanipulasi waktu.

Monday, October 19, 2015

Lalat & Lilin


Sore hari. Pukul 03:40. Aku sedang duduk di sebuah restoran gaya retro yang kebetulan saat aku disini, mereka sedang merayakan ulang tahun tempat ini. Lima tahun restoran ini berdiri dan bertahan. Di hari ulang tahunnya ini, banyak manusia yang masuk dan keluar untuk sekedar menikmati makanan, rapat kantor, kencan dan semacamnya. Seperti hari ini, aku akan memberitahu kalian, kalau sesungguhnya ada sesuatu yang melihat banyak kejadian setiap hari. Saksi bisu dalam arti “bisu” yang sesungguhnya….
Dari sela jendela sebelah kanan yang terbuka, seekor lalat masuk kedalam ruangan restoran itu. Lalat memberhentikan sayapnya di sebuah meja, beralaskan sebuah taplak merah muda dan sebatang lilin.

1 detik…
2 detik…
3 detik…
Dan… mereka mulai, bercakap. Ya, bercakap dalam arti sebenarnya…
---
Lalat : selamat sore!
Lilin : sore ! Tidak biasanya kau datang secepat ini? Sisa makanan belum kelihatan.
Lalat : haha, apakah butuh alasan untuk bertemu denganmu sahabatku.
Lilin : tumben saja haha.
Lalat : hei, aku ingin bertanya. Bolehkah?
Lilin : tentu saja. Ada apa?
Lalat : kenapa semenjak restoran ini didirikan, dan selama aku bertemu denganmu, kau belum pernah dinyalakan? Kenapa?
Lilin : haha, aku tidak tahu. Yang kau tanyakan tadi sudah lebih dulu menghantui pikiranku sejak dulu.
Lalat : benarkah? Apa manager resto ini terlalu baik? Atau dia tidak punya korek? Haha
Lilin : haha, percuma dia sekaya itu, tapi tak mampu beli korek !
Lalat : hahaha…

Sejenak, lilin terdiam. Memikirkan sesuatu, sebuah beban..
Lalat : Hei, kau kenapa?
Lilin : nampaknya aku sudah bosan disini. Berdiri diatas taplak meja usang, melihat orang-orang penuh keegoisan duduk tepat dikursi didepanku. Melihat pasangan yang bertengkar, melihat anak kecil yang merengek kepada ibunya, melihat waiters yang ceroboh menjatuhnya minuman ke lantai, sungguh, aku bosan.
Lalat : Lilin…..
Lilin : ada apa?
Lalat : aku sangat ingin membawamu keluar dari sini.
Lilin : kenapa?
Lalat : karena… aku mencintaimu.
Lilin : …..
Lalat : lilin?
Lilin : aku sudah tahu.
Lalat : lalu?
Lilin : aku juga sama sepertimu. Aku mencintaimu.
Lalat : apa agamamu?
Lilin : apa itu penting untukmu?
Lalat tersenyum bahagia.
Lalat : setidaknya, jika kau dibakar, kita bisa mati bersama.
Lilin : aku tidak perlu dibakar untuk mati. Aku benda mati.

Nasihat

Ini aneh, tapi baiklah. Halo nak, ini ayah. Ayah tak tahu kamu lelaki atau wanita, yang jelas, jikalau nanti kau sudah dewasa, dan mene...