Kapan kau akan kembali? Kapan bibirmu akan membetulkan
kembali kalimat-kalimat yang dulu sempat terputus. Kalimat indah yang menata
waktu. Kapan kau akan menebus dan
membayar lunas rindu yang sudah memenuhi lembaran buku harianmu dulu? aku
mencintaimu. Meskipun kau mematahkan banyak mimpi dalam otak.
Apa kau tak mengasihaniku? Aku selalu terkaget saat jam
weker membangunkanku setiap pagi. Semua dentingnya selalu mengubur banyak
harapan. Rapuh. Dan begitulah cara keanehan mempengaruhi karakter. Aku selalu
berkata, “Mengapa jam weker bisa
diciptakan? Orang gila mana yang mau merusak banyak mood seorang laki-laki
dipagi hari.” Ya, sekarang aku sudah jadi orang gila sayang. Orang yang
sangat aneh. Bertingkah lucu seolah-olah aku bahagia.
Kau masih ingat dengan kata-kata ucapanmu seperti “aku mencintaimu lebih dari waktu yang
kumiliki.” Apa kau ingat? Sadarkah kau? Kau sudah melanggar kata-katamu
sendiri. Kau pergi lebih dulu dariku. Menempuh perjalanan diluar garis waktu.
Memaksaku untuk menulis lebih banyak kesakitan, melukis banyak sayatan. Siapa
yang menyalakan mesin waktu itu sayang? apa dia seorang laki-laki. Jika ia, aku
ingin sekali membunuhnya.
Hei sayang. Aku akan segera menyusulmu. Aku merindukanmu.
Aku rindu saat dulu, seorang anak kecil duduk diatas kayu jendela, dan
menatapmu yang juga sedang menatapku. Cinta kita dulu itu cinta anak kecil.
Tapi, entah kenapa, saat itu, anak kecil seperti kita sangat jauh lebih dewasa
dari mereka semua. Mereka yang menganggap diri mereka dewasa.
Ada banyak kalimat-kalimat yang terputus yang kau buat. Berserakan
menjadi sampah bumi. Tak berguna. Terlalu kotor untuk dibiarkan. Hei,
kembalilah untuk melanjutkan semuanya. Apa kau rela saat aku mati penasaran
saat tahu potongan episode-episode itu tak berlanjut lagi?
Aku suka saat kau membuatku penasaran dengan
kalimat-kalimatmu. Kau tidak pernah mengakhiri kalimatmu dengan titik sempurna.
Kau menggantungnya. Membuatku selalu memaksamu untuk melanjutkannya. Dan sore itu
akan berakhir dengan sebuah kecupan kecil di keningmu.
Tapi hari itu berbeda. Kecupan di keningmu dingin. Dan
beberapa detik kemudian, keluar gumpalan darah di sela lubang hidungmu. Kau
amat pucat. Kau menatap dengan senyuman perih. Itu adalah senyuman yang paling
kubenci seumur hidup. Itulah yang membuat sayatan hidup sampai sekarang.
Sesingkat apapun waktu, sedingin apapun hujan, aku masih
punya ruang berbeda. Aku mencintamu sayang.
No comments:
Post a Comment